Rabu, 16 Desember 2015

Pengaruh Konflik Sosial pada Etika Bisnis

PENGARUH KONFLIK SOSIAL PADA ETIKA BISNIS

Faktor – Faktor Sosial yang Mempengaruhi Etika
1.      Norma – norma budaya : perilaku seseorang hingga beberapa tingkat dipengaruhi oleh norma – norma budaya, dan faktor – faktor sosial yang bervariasi dari budaya satu ke budaya yang lain.
2.      Rekan Kerja : tindakan dan keputusan rekan kerja merupakan faktor sosial lain yang membentuk rasa etika bisnis seseorang.
3.      Orang lain yang berpengaruh : nilai – nilai dan moral dari “orang yang dianggap berpengaruh” dapat mempengaruhi persepsi karyawan tentang perilaku etis dan tidak etis ditempat kerja.
4.      Penggunaan internet

Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik Dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal meliputi :
1.      Kemantapan Organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2.      Sistem Nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3.      Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4.      Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Faktor Eksternal meliputi :
1.      Keterbatasan Sumber Daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2.      Kekaburan aturan/norma di masyarakat Hal ini memperbesar peluang
perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3.      Derajat ketergantungan dengan pihak lain Semakin tergantung satu pihak
dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4.      Pola interaksi dengan pihak lain Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.Penanganan Konflik Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui
kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik.

Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1.       Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2.      Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3.      Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4.      Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan
memilih yang tepat. Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a.       Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri diatas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan–bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.      Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.        Akomodasi
            yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.       Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama – sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
e.       Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi
Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri
analisis : apabila dipandang dari segi manajemen terjadinya konflik terkadang dapat memicu usaha keras seseorang dalam meningkatkan kinerjanya, oleh karena itu tidak sepantasnya konflik selalu dipandang buruk. berbeda halnya apabila dari sudut etika bisnis, mungkin untuk beberapa persoalan konlik tidak dapat dibenarkan namun tidak dapat dipungkiri dia akan ada. oleh karena itu selama konflik mendekan selesaikanlah konflik yang terjadi agar dapat memaksimalkan pengalaman yang ada.

Referensi:
http://mynameiseka-feb14.web.unair.ac.id/artikel_detail-109147-Kuliah-Resume%20Etika%20Bisnis.html
http://dunia.web.id/seo.headline-berita.php/page,akun.headline.tampil.detil/id,452/idc,3/MEMENAJEMENI-KONFLIK-DALAM-SUATU-ORGANISASI.html

http://pujilestarii.blogspot.co.id/2015/12/pengaruh-konflik-sosial-pada-etika.html

Kamis, 22 Oktober 2015

Kompetisi pada Pasar Ekonomi Global

PERAN STRATEGI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM MENCAPAI KEUNGGULAN BERSAING PADA ERA KOMPETISI GLOBAL.

ABSTRACT
Global competition indicated by the emerging of much competitors operate in the world market and the emerging of the competitors in other countries caused business environment becomes dynamic and tightly competition. Pursuing competitive advantage becomes the key factor on winning the competition on such environment through managing the activities of human resources based on strategic perspective. Based on this perspective, the strategy of human resource must relevance with the business strategy. Typology of human resource management strategy is an alternative approach for formulation that strategy. Identifing the needed role behavior of competitive strategy becoming the important factor on effectiveness of competitive strategy implementation.
Key words: Global Competition, Typology of Strategy Of HRM, Competitive Strategy
Pendahuluan
            Tahun 1990 merupakan dekade awal dimana perusahaan-perusahaan diseluruh dunia harus memulai berfikir global. Waktu dan jarak menjadi semakin tidak berarti dengan kemajuan teknologi, komunikasi, transportasi, dan arus keuangan. Produk-produk yang ditemukan dan dikembangkan disuatu negara seperti tas merk Gucci, hamburger dari Mc Donald’s, pakaian pria dari Pierre Cardin, BMW dari Jerman, dan produk-produk lain mendapat tanggapan secara antusias di negara-negara lain. Tampaknya suatu pemukiman global sedang muncul. Fenomena ini mengingatkan kita tentang pemikiran Global Village yang pernah dicetuskan oleh Ohmae dan Drucker. Mereka menyatakan bahwa mekanisme perdagangan dunia saat ini digambarkan sebagai sebuah pasar disebuah desa. Artinya pasar semakin kecil (compressed ) dengan dunia yang semakin 2 terasa kecil karena dukungan kemajuan teknologi dan informasi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Teknologi dan informasi merupakan elemen penting bagi perusahaan dimasa yang akan datang sehingga memungkinkan perusahaan untuk berinovasi, beradaptasi, memberikan respon yang cepat terhadap konsumen (Chatell, 1995: 89).
Selama beberapa dekade ini banyak perusahaan telah melakukan aktifitas internasionalnya. Nestle, Toshiba, Shell, Bayer, dan masih banyak lagi perusahaan multi nasional yang sudah sangat dikenal oleh konsumen-konsumen diseluruh dunia. Perusahaan-perusahaan domestik yang sebelumnya tidak pernah berfikir akan perusahaan asing, sekarang ini menghadapi langsung pesaing-pesaing ini. Sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang dibandingkan perusahaan Amerika Serikat dalam memasarkan produk-produknya berupa alat-alat elektronik, mobil, kamera, jam tangan, dan produk-produk lainnya di pasaran Amerika Serikat. Fenomena tersebut menjelaskan betapa lingkungan bisnis telah berubah secara radikal dan sangat berbeda dengan masa lalu. Perubahan ini disebabkan oleh terjadinya hipercompetition dalam perekonomian global. Menurut D’aveni dan Gunther, Hipercompetition merupakan persaingan yang terjadi dalam lingkungan yang terus menerus mengalami perubahan secara cepat dalam kurun waktu yang semakin singkat (D’aveni dan Gunther, 1995: 178) Kecepatan dan pendeknya periode perubahan lingkungan menyebabkan perusahaan tidak terlalu mudah untuk melakukan antisipasi dalam upaya menghindari kegagalan-kegagalan. Perusahaan-perusahaan yang ingin bertahan dan lebih maju dalam kondisi demikian perlu untuk mengembangkan strategi yang baru. Dalam keadaan demikian perusahaan seharusnya memperlakukan dunia 3 sebagai sumber penawaran dan permintaan. Mereka-mereka ini tidak terbatas pada perushaan internasional saja, tetapi juga perusahaan domestik baik besar maupun kecil. Fokus harus diarahkan pada penciptaan laba dan pertumbuhan didalam pasar global yang menunjukan arus produk, teknologi, modal, dan bisnis yang besar antar negara. Dalam kondisi perekonomian seperti ini tidak ada satupun pasar yang selamanya aman dari persaingan. Bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini hanya beroperasi dipasar domestik lambat laun akan mengalami persaingan yang keras hingga didapatkan kenyataan bahwa pasar domestic itu tidak ada lagi, serta yang ada hanyalah pasar global.
Hal tersebut diatas dimaksudkan utnuk menunjukkan bahwa bukannya semua perusahaan harus go international tetapi harus membuat perencanaan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup diera persaingan global. Tentunya perusahaan tidak dapat mengandalkan untuk hidup dipasar domestik saja. Dengan kata lain tidak terdapat lagi tempat bagi perusahaan-perusahaan untuk bersembunyi dari pesaing-pesaing di luar negeri. Dalam kondisi demikian maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan yang berada dalam era persaingan global untuk tidak ikut berkompetisi global melalui peningkatan kemampuan bersaing secara global. Salah satu faktor kunci dalam menentukan keberhasilan persaingan tersebut adalah melalui upaya pencapaian keunggulan kompetitif (bersaing) perusahaan atau organisasi. Alternatif pendekatan yang mungkin diterapkan oleh perusahaan atau organisasi pada kondisi seperti ini adalah melalui pengelolaan aktifitas-aktifitas sumber daya manusia dalam perusahaan atau organisasi berdasarkan pada perspektif strategik. Pada prinsipnya perspektif ini menjelaskan bahwa dalam upaya mencapai keunggulan bersaing (kompetitif) maka strategi sumber daya manusia harus sesuai dengan strategi bisnis perusahaan. Tulisan ini dimaksudkan untuk 4 menjelaskan bagaimana mengelola sumber daya manusia yang ada pada perusahaan atau organisasi guna mencapai keunggulan kompetitif pada era kompetisi global dari perspektif stategi manajemen sumber daya manusia.
PEREKONOMIAN GLOBAL
Kondisi perekonomian dewasa ini sudah menunjukkan kecenderungan yang bersifat global. Hubungan antar negara atau bangsa-bangsa di dunia dibidang ekonomi mulai tidak mengenal batas- batas wilayah negara secara geografis. Kenichi Ohmae (1995: 128), menyebut masa sekarang sebagai masa berakhirnya negara bangsa dan masa munculnya negara wilayah. Negara wilayah terbentuk dari beberapa negara bangsa di suatu wilayah yang membuat kesepakatan untuk melakukan perdagangan bebas. Sebagai contoh adalah wilayah yang mencakup negara-negara Eropa Barat, ASEAN, dan Amerika Utara.
Menurut Daniels dan Daniels, istilah globalisasi dapat diartikan sebagai pengkondisian yang mencakup( Daniels dan Daniels, 1993: 69):
• Pelaksanaan bisnis disejumlah negara di dunia.
• Penyeimbangan kualitas global barang dan jasa serta kebutuhan unik dari berbagai basis pelanggan local.
• Penggolongan kualitas etnosentrik yang secara cultural tidak menunjukkan batas yang jelas, apapun kebangsaannya.
• Pemanfaatan sumber dan keahlian tanpa memandang jenis kewarganegaraannya.
 Dengan mengacu pada pengertian diatas dapat dipahami bahwa dalam perekonomian global, dimanapun keberadaan konsumen di dunia ini karakteristik 5 kebutuhan dan keinginannya cenderung tidak berbeda. Perekonomian global baru sedang terjadi yang menghadapkan perusahaan-perusahaan dengan berbagai ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka disamping peluang-peluang untuk mencapai pertumbuhan dan laba. Ohmae memandang bahwa negara bangsa telah kehilangan kemampuan untuk mengendalikan tingkat pertukaran dan proteksi mata uangnya disamping juga tidak dapat membangkitkan aktifitas ekonominya (Ohmae, 1985: 55). Oleh karena itu keterlibatan sebagai peserta dalam perekonomian global harus diperkuat hubungan aktifitas antar bangsa yang semakin dekat.
Kekuatan-Kekuatan Yang Membentuk Perekonomian Global
Perekonomian global terbentuk oleh adanya dorongan berbagai kekuatan yang mencakup beberapa hal sebagai berikut (Dharmesta, 1997: 27) :
• Perubahan teknologi yang tercermin pada migrasi industri dari negara maju ke negara sedang berkembang.
• Realokasi dari industri-industri yang padat karya dan modal tradisional ke industri yang padat teknnologi dan keahlian
 • Tingkat inflasi yang semakin tinggi, menyangkut kecepatan, ketersediaan, dan efektifitas biaya komunikasi internasional
Aktor Dalam Perekonomian Global Terciptanya perekonomian global sudah ditunjukan oleh adanya kecenderungan sejak tahun 1980-an. Ohmae, telah mengidentifikasi adanya tiga poros kekuatan ekonomi dunia, disebut Triad Power, yang mendominasi perekonomian dunia (Ohmae, 1985:19). 6 Berbagai kaukus ekonomi multilateral yang dibentuk oleh berbagai negara dikawasan tertentu ikut berpengaruh terhadap terciptanya perekonomian global (Dharmesta, 1997:31).
Tiga poros kekuatan ekonomi
Tiga poros ekonomi ini meliputi Amerika Serikat, Jepang, dan masyarakat Eropa. Kombinasi produk domestic bruto dari ketiga porors tersebut membentuk dua per tiga PDB dunia, yaitu Amerika Serikat 26%, masyarakat Eropa 25% dan Jepang 14%. Ekspor impor mereka menguasai empat per lima dari ekspor impor dunia. Volume perdagangan antara ketiga poros itu sebesar dua per tiga dari perdagangan dunia. Sedangkan investasi langsung asingnya (FDI) mencapai tiga per empat dari arus keluar FDI dunia dan dua per tiga dari arus masuk FDI dunia per tahunnya. Meskipun dominasinya terus menurun namun ketiga poros tersebut masih menjadi pusat perekonomian global di abad 21.
Masyarakat Eropa
Sejak terbentuknya masyarakat Eropa tahun 1960-an, telah ditetapkan tujuan yang jelas yaitu penciptaan pasar umum (common market) termasuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam perpindahan barang, jasa, orang dan modal diantara sesama anggota. Ide penyatuan menjadi pasar tunggal muncul sebelum tahun 1980. Perusahaan-perusahaan dinegara anggota menganggap pentingnya pasar tunggal Eropa sebagai basis kekuatan ekonominya menghadapi pesaing Amerika Serikat dan Jepang. Oleh karena itu semua hambatan dalam perdagangan, investasi, dan perusahaan dihapuskan pada tahun 1992, bahkan negara-negara itu sepakat untuk menyatukan mata uang mereka pada tahun 1998. Dengan demikian perusahaan- 7 perusahaan dapat menekan biaya secara penuh keunggulan kompetitif nasional, skala ekonomi dan efek pembelajaran. Tingkat persaingan yang semakin ketat akan menguntungkan konsumen dalam bentuk harga yang rendah, kualitas yang tinggi dan lebih banyak pilihan.
Kelompok NAFTA
NAFTA atau North Emerican Free Trade Agreement terbentuk tahun 1992 dengan anggota sebanyak tiga negara, yaitu AS, Kanada, dan Mexico. Mereka telah menyepakati dihapuskannya hambatan- hambtan dalam perdagangan dan investasi. Dengan PDB 6 trilun As dolar dan jumlah konsumen 360 juta, area pasar bebas amerika utara itu dapat menyaingi masyarakat eropa sebagai pasar tunggal terbesar.
Jepang
Jepang merupakan pasar yang sulit dimasuki. Akan tetapi akhir- akhir ini pasar mereka sudah semakin terbuka, khususnya bagi produk Eropa dan Amerika. Dengan produk yang tepat dan strategi pemasaran yang tepat, para pengusaha Eropa dan Amerika dapat bersaing dipasar Jepang dan bahkan dapat berkembang seperti yang telah dicapai oleh Apple Computers, Xerox, Johnson, dan masih banyak produk yang lain.
Eropa Timur dan China.
 Pola ekonomi terpimpin atau perencanaan terpusat telah diterapkan dinegara-negara Eropa Timur dan China selama beberapa decade tanpa memperhatikan kekuatan pasar maupun transaksi bebas dengan ekonomi negara lain. Namun, saat ini mereka telah berubah. Negara-negara dengan seperempat penduduk dunia ini telah beralih 8 ke sistem berbasis pasar yang memungkinkan untuk berpartisipasi secara penuh dalam perekonomian global seingga pengaruhnya pasti akan nampak.
Negara-negara Industri baru
 Negara-negara industri baru yang dikenal dengan nama Newly Industriliazing Countries ( NIC), terdiri atas Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Perekonomian mereka yang menjadi sangat maju menjadi penentang dominator karena dapat mengurangi kesenjangan teknologi, lebih mudah mendapatkan akses terhadap modal internasional, biaya murah serta tenaga kerja yang produktif. Mereka menjadi pesaing berat bagi ME, AS, dan Jepang. NIC tersebut percaya bahwa penciptaan pasar bebas dapat berdampak pada kemajuan ekonomi.
APEC
 Asia Pacific Economic Cooperations (APEC) yang beranggotakan negara-negara dikawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Jepang dan As yang sudah kuat telah diperkirakan akan menjadi pasar bebas yang sangat besar dan memacu pengembangan pasar global. Mereka telah bersepakat membuka pasar bebas pada tahun 2020.
 • AFTA
Asean Free Trade Agreement (AFTA), mencakup negara-negara Asean, yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Tahun 2003 telah menjadi patokan mereka untuk melakukan liberalisasi perdagangan dan investasi. Upaya ini sejalan dengan upaya APEC yang keanggotannya mencakup mereka juga.
Lingkungan, Strategi Bisnis dan Strategi Manajemen SDM
Faktor-faktor lingkungan seperti halnya ketidakpastian, inovasi teknologi, perubahan demografis, organisasi yang menjadi lebih flat dan fleksibel, meningkatnya kolaborasi dan kompetisi multinasional berpengaruh terhadap strategi sumberdaya manusia. Hasil penelitian Fombroun (1982) menyatakan bahwa perubahan dalam pemrosesan informasi, automasi, inflasi, produksi, demografis, elitis, serta politik kepentingan kelompok berpengaruh terhadap struktur organisasi dan isu-isu sumberdaya manusia (Fombroun, 1982, 65). Fombroun menyatakan bahwa perubahan teknologi sangat berpengaruh terhadap pekerjaan-pekerjaan di bidang jasa, perubahan di bidang ekonomi sangat berpengaruh terhadap alternative kompensasi dan pelatihan karyawan serta perubahan sosial berpengaruh terhadap perubahan pengembangan organisasi, promosi dan sistem penilaian formal organisasi. Sebagai konsekuensi dari perubahan berbagai faktor-faktor lingkungan seperti halnya inovasi teknologi, perubahan demografis, serta situasi ketidakpastian lingkungan bisnis maka strategi bisnis dan sekaligus strategi sumberdaya manusianya akan mengalami perubahan. Smith, menyatakan bahwa pendekatan yang bisa digunakan dalam menyesuaikan strategi sumberdaya manusia dengan strategi bisnis atau kondisi organisasi adalah melalui penciptaan kesesuaian antara kebijakan sumberdaya manusia dengan pilihan strategi yang spesifik. Smith menyatakan bahwa meskipun rencana pemasaran, keuangan, dan teknik seringkali berubah untuk mencerminkan perubahan strategi, tetapi fungsi sumberdaya manusia seringkali diabaikan ( Smith, dalam Cynthia dan Mark Lengnickhall,1990:459). Dengan demikian perlu adanya kesesuaian antara strategi bisnis dengan strategi sumberdaya manusia dikarenakan kesesuaian kedua strategi ini akan mendukung 10 keberhasilan implementasi strategi dan pencapaian keunggulan bersaing (kompetitif) perusahaan atau organisasi. Menurut Cynthia dan Mark Lengnickhall, Typology strategi sumberdaya manusia merupakan salahsatu pendekatan yang digunakan dalam merumuskan strategi sumberdaya manusia yang sesuai dengan strategi bisnis (Cynthia dan Mark Lengnickhall,1990:461). Typology tersebut dinyatakan dalam bentuk matriks “Growth/Readiness”. Dalam matriks tersebut, sumbu tegaknya adalah corporate growth expectations, dimana growth yang tinggi menunjukkan tingginya peluang, berbagai opsi strategi yang tersedia, cash flow yang tinggi serta ekspansi. Sumbu datarnya menyatakan organizational readiness yang menunjukkan ketersediaan atau pencapaian, skill, gaya, dan pengalaman sumberdaya manusia yang diperlukan bagi implementasi strategi. Readiness merupakan proksi bagi kelayakan implementasi dan menunjukkan seberapa baik sumberdaya manusia fit dengan kebutuhan pada situasi tersebut. Keempat kuadran pada matriks tersebut menunjukkan empat kondisi dimana strategi sumberdaya manusia akan diformulasikan agar sesuai dengan strategi bisnis perusahaan atau organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing (kompetitif).
Keempat kuadran beserta alternative strateginya dijabarkan sebagai berikut:
Kuadran satu : Development
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang tinggi dan tingkat readiness yang buruk antara strategi dengan skill sumber daya manusia. Pada kuadran ini terdapat tiga alternatif strategi sumber daya manusia yaitu :
• Perusahaan memilih melakukan investasi yang tinggi pada bidang sumber daya manusia seperti halnya investasi yang dilakukan oleh Hyatt untuk melakukan pelatihan kembali terhadap karyawan Braniff setelah perusahaan tersebut diakusisi.
• Merubah tujuan corporat yang mencerminkan kurangnya readiness, seperti yang dilakukan oleh Sambo yang merubah focus dari pertumbuhan ke profit setelah mengalami kesulitan keuangan pada tahun 1983. 12
• Merubah strategi corporat untuk mempergunakan ketrampilan dan sumber daya yang tersedia pada saat itu. Hal ini dilakukan oleh Anheuser-Busch yang mundur dari industri soft drink dan masuk ke industri snack dan bakery.
Kuadran Dua : Exspansion
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang tinggi dan readiness yang baik antara strategi dengan kinerja. Perusahaan-perusahaan yang berada pada kuadran ini pada umumnya merupakan perusahaan yang memiliki posisi persaingan dalam industri yang kuat. Permasalahan yang muncul pada pada kuaradran ini adalah masalah alokasi sumberdaya perusahaan yakni seberapa besar proporsi sumberdaya yang akan dialokasikan untuk mencapai pertumbuhan yang diinginkan, serta seberapa besar proporsi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengelola pertumbuhan. Solusi atas permasalahan tersebut sangat tergantung dari:1). Tingkat investasi pada sumberdaya manusia yang diperlukan untuk mempertahankan yang diinginkan, 2).Profitabilitas,3).Ukuran kinerja lain yang penting bagi perusahaan. Perumusan alternatif strategi manajemen sumberdaya manusia untuk mengatasi masalah alokasi sumberdaya ini perlu mempertimbangkan halhal berikut: 1). Identifikasi terhadap trend yang relevan dengan produk, organisasi dan siklus hidup industri, 2). Identifikasi terhadap biaya tidak langsung dalam mencapai pertumbuhan, 3). Identifikasi terhadap biaya dalam mengelola pertumbuhan, 4). Biaya pencapaian dan mempertahankan pertumbuhan perlu dibandingkan dengan pendapatan yang akan dihasilkan dari peningkatan pertumbuhan.
Kuadran Tiga : Productivity
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang rendah serta readiness yang baik bagi implementasi strategi. Sebagai contohnya adalah perusahaan Mercedes Benz ataupun 13 Kroger Stores. Dikarenakan perusahaan ini memiliki keunggulan kompetitif serta tidak melakukan ekspansi secara cepat maka operasi perusahaan ini bisa berjalan secara efektif dan efisien. Pada kuadran ini terdapat beberapa alternatif strategi sumber daya manusia yaitu :
 • Perusahaan berfokus pada persiapan terhadap perubahan-perubahan yang sudah diantisipasi yang akan terjadi pada bisnis utama. American Exspress memilih strategi ini dalam rangka menghadapi deregulasi, dimana sumber dayanya diinvestasikan pada bisnis yang terkait atau tidak dengan portofolio.
 • Perusahaan berfokus pada upaya memperbaiki posisi persaingan saat ini. Fokus ini mencakup penggunaan sumber daya dalam rangka memperbaiki sosialisasi, mentoring, pengembangan rencana suksesi, dan sebagainya dalam upaya membenahi kelemahan organisasi.
Kuadran Empat : Redirection
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth dan readiness yang buruk. Perusahaan-perusahaan yang berada pada kuadran ini pada umumnya merupakan perusahaan yang berada pada industri yang sedang mengalami penurunan, produkproduknya yang telah usang ataupun proses manufacturing yang tidak lagi kompetitif (Porter, dalam Cynthia dan Mark Lengnickhall,1990:465). Pada kuadran ini pilihan strateginya adalah : perusahaan harus merubah haluan (turnaround) ataukah keluar (exit) dari bisnis. Pada kuadran ini perusahaan harus memutuskan apakah perusahaan akan mengalihkan aktifitas-aktifitas karyawannya ataukah merubah fokus bisnis, dalam hal ini sumber daya manusia maupun pertimbangan kompetitif merupakan hal yang paling penting. Jika merubah haluan merupakan alternatif strategi yang dipilih, maka diperlukan 14 upaya-upaya pelatihan kembali, penyesuaian kembali serta restrukturisasi pada perusahaan atau organisasi tersebut. Tetapi bila perusahaan memilih untuk keluar dari bisnis, maka dihadapkan pada kewajiban tentang perpindahan karyawan dan relokasi perusahaan. Pada kuadran ini perlu diperhatikan tiga hal dalam implementasi strategi sumber daya manusia yaitu evaluasi kondisi industri, penilaian posisi persaingan serta analisis kelayakan dalam mendukung kesuksesan implementasinya .
Strategi Bersaing: Perilaku Peran Yang Dibutuhkan
Keunggulan bersaing (kompetitif) merupakan satu kunci sukses bagi perusahaan atau organisasi yang berada dalam lingkungan yang terus menerus mengalami perubahan secara cepat dalam kurun waktu yang semakin singkat atau berada dalam lingkungan persaingan yang ketat. Pada prinsipnya, konsep keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter merupakan esensi dari strategi bersaing (competitive strategy). Menurut Porter, terdapat tiga strategi bersaing bagi perusahaan atau organisasi yang bertujuan menciptakan keunggulan bersaing atau competitive strategy (Porter, 1995: 149). Ketiga strategi tersebut adalah : strategi inovasi (the innovation strategy), strategi peningkatan kualitas produk/jasa (the quality enhancement strategy), dan strategi pengurangan biaya (cost reduction). Bagi perusahaan atau organisasi agar mampu berhasil dalam mengimplementasikan strategi bersaing, maka diperlukan kesesuaian antara strategi bersaingnya dengan karakteristik personel ataupun perilaku peran yang dibutuhkan. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hay Group in Corporated dan University of Michigan and The Strategic Planing Institute yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerapkan strategi pertumbuhan memerlukan manager puncak yang 15 bersedia melepaskan status quo serta menyesuaikan strategi dan tujuannya pada pasar (Schuler dan Jackson, 1987:207). Peran yang diperlukan bagi sumber daya manusia (karyawan) yang ada pada perusahaan atau organisasi pada hakekatnya merupakan apa yang diperlukan oleh perusahaan atau organisasi terhadap sumber daya manusia (karyawan) yang dimilikinya selain faktor kemampuan teknis, pengetahuan serta kemampuan yang diperlukan dalam mengerjakan pekerjaan spesifik atau merupakan apa yang dibutuhkan dari karyawan yang bekerja bersama dengan orang lain dalam lingkungan sosial. Schuler dan Jackson menyatakan bahwa diperlukan perilaku peran tertentu bagi sumberdaya manusia (karyawan) yang ada dalam perusahaan atau organisasi agar implementasi strategi bersaing yang telah ditentukan dapat berjalan secara efektif. Perilaku peran yang dibutuhkan dalam impementasi tersebut dijabarkan sebagai berikut (Schuler dan Jackson, 1987:209):
Strategi inovasi (the innovation strategy)
Strategi inovasi merupakan strategi yang berusaha mengembangkan produk dan jasa yang berbeda dari pesaingnya. Fokus utamanya terletak pada usaha menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda (Porter, dalam Schuler dan Jakcson, 1987:208). Menurut Schuler dan Jakcson diperlukan beberapa perilaku peran sumber daya manusia yang ada pada perusahaan atau organisasi dalam mendukung implementasi strategi inovasi tersebut. Profil perilaku peran tersebut diantaranya adalah : 1). derajat perilaku kreatif yang tinggi, 2). Fokus jangka panjang, 3). Derajat perilaku interdependen dan kooperatif yang tinggi, 4). Perhatian yang cukup terhadap kualitas, 5). Perhatian yang cukup terhadap kuantitas, 6). Perhatian yang sama terhadap proses dan hasil, 7). Tidak takut 16 resiko, 8). Toleransi yang tinggi terhadap ambiguity dan sesuatu yang bersifat unpredictable
Strategi peningkatan kualitas produk/jasa (the quality enhancement strategy)
 Merupakan strategi yang berfokus pada upaya-upaya perbaikan atau penyempurnaan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan. Menurut Scholer dan Jakcson terdapat delapan profil tentang perilaku peran yang diperlukan dari sumber daya manusia (karyawan) dalam mendukung implementasi strategi peningkatan kualitas produk jasa. Profil tersebut diantaranya adalah : 1). perilaku yang bersifat repetitive dan predictable, 2). Fokus jangka panjang atau menengah, 3). Derajat perilaku interdependen cooperative yang moderat, 4). Perhatian yang tinggi terhadap kualitas, 5). Derajat perhatian yang moderat pada kuantitas, 6). Perhatian yang tinggi pada proses, 7), aktifitas yang tidak berisiko, 8). Komitmen terhadap tujuan perusahaan.
Peningkatan kualitas produk/jasa seringkali merupakan perubahan sebuah proses produksi yang mensyaratkan karyawan menjadi lebih fleksible dan terlibat dalam proses produksi. Ketika pekerjaan berubah, maka berubah pulalah sistem klasifikasi pekerjaan yang ada. Hak ini terjadi pada Brunwicks Mercury Marine Division yang memangkas klasifikasi pekerjaannya dari 126 menjadi 12 sehingga menyebabkan fleksibilitas dalam proses produksi dan penggunaan karyawan. Karyawan mendapatkan kesempatan untuk mempelajari teknik-teknik ketrampilan yang baru yang pada akhirnya memiliki komitmen yang kuat pada organisasi serta bersedia untuk memberikan sesuatu yang lebih pada organisasi.
Strategi Pengurangan Biaya.
Strategi ini berusaha mendapatkan keunggulan bersaing melalui biaya produksi yang rendah. Perusahaan yang menerapkan strategi ini dicirikan oleh kontrol biaya yang ketat, minimisasi biaya overhead serta pencapaian skala ekonomis. Fokus utama diarahkan pada upaya meningkatkan produktivitas, yakni melalui biaya output per individu. Pada prinsipnya upaya pengurangan biaya ini dilakukan melalui pengurangan jumlah karyawan , penurunan tingkat upah karyawan, pemanfaatan karyawan paruh waktu, subkontrak, prosedur pengukuran dan penyederhanaan pekerjaan, perubahan aturan pekerjaan, serta fleksibilitas penugasan pekerjaan.
Menurut Schuler dan Jackson, terdapat beberapa profil perilaku sumberdaya manusia ( karyawan) yang diperlukan dalam mendukung implementasi strategi pengurangan biaya. Profil tersebut adalah sebagai berikut: 1). Perilaku yang repetitive dan predictable, 2). Fokus jangka pendek, 3). Aktivitas individual atau otonomi, 4). Perhatian yang cukup terhadap kualitas, 5). Perhatian yang tinggi terhadap kuantitas, 6). Perhatian utama pada hasil, 7). Aktivitas yang beresiko rendah, 8). Drajat yang tinggi terhadap stabilitas.
 Kesimpulan
Persaingan global pada masa sekarang ini telah menciptakan peluang dan tantangan bagi perusahaan atau organisasi yang ingin berperan dengan posisi kuat. Arus persaingan global telah menjadikan lingkungan bisnis berubah secara radikal dalam waktu yang relatif singkat serta persaingan antar perusahaan semakin ketat. Salah satu faktor kunci untuk menentukan keberhasilan dalam persaingan tersebut adalah 18 pencapaian keunggulan bersaing perusahaan atau organisasi. Alternatif pendekatan yang mungkin diterapkan oleh perusahaan pada kondisi tersebut adalah melalui pengelolaan aktifitas-aktifitas sumberdaya manusia pada perusahaan berdasarkan perspektif strategik. Pada prisipnya, perspektif ini menjelaskan bahwa dalam upaya mencapai keunggulan kompetitif, maka strategi manajemen sumberdaya manusia yang ditentukan harus sesuai dengan strategi bisnis perusahaan atau organisasi. Tipologi strategi manajemen sumberdaya manusia merupakan pendekatan yang digunakan dalam merumuskan strategi manajemen sumberdaya manusia yang sesuai dengan strategi bisnis perusahaan atau organisasi. Tipologi ini digambarkan dalam bentuk matriks yang terdiri dari empat kuadran, yaitu: development, expansion, productivity, dan redirection. Dalam mendukung keberhasilan dan efektifitas strategi bersaing yang sudah ditentukan, maka perlu diperhatikan perilaku peran yang dibutuhkan dalam mendukung implementasi alternatif strategi bersaing yang telah ditentukan karena setiap alternatif strategi tersebut membutuhkan perilaku peran yang berbeda dalam implementasinya.
Referensi
Chattell, A. (1995), “Managing for the future”, London, Mac Millan Press. Ltd
Cynthia A. Lengnick-Hall and Mark L. Lengnick-hall, “Strategic Human ResourcesManagement: A Review of The Literature and a Proposed Typology”, Academy Of management Review: 454-470.
D’Aveni, R.A. and R. Gunther (1995) “Hyper Competition : Managing The Dynamics of Strategic Maneuvering”, New York : TheFree Press
Daniels, J.L. and N.C. Daniels (1993), “Global Vision : Building New Models for The Corporation of the Future”, New York : Mc Graw Hill, Inc.
Basu Swastha DH, (1997), “Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Dalam Era Persaingan Global”, Kajian Bisnis : STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.
Fombround, C (1982), “Environmental Trend Create New Presures on Human Resources”, Journal of Bisnis Strategy, I (3) 61-69.
Ohmae, K. (1985), “Triad Power”, New York: The Free Press
Ohmae, K. (1995), “ The End Of The Nation State: The Rise Of The Regional Economies”, New York: The Free Press
Porter, M.E (1995), “ Competitive Advantage: Creating And Sustaining Superior Performance”, New York: Simon and Schuster.Inc

Randall S. Schuler And Susan E. Jackson (1987), “Linking Competitive Strategies with Human Resources management Practises”, Academy of Management Execxutive, I (3) 207-219.

Selasa, 29 September 2015

Faktor-faktor yang mempengaruhi Etika Manajerial

 ETIKA MANAJERIAL

            Tindakan yang etis dari seorang manajer akan berdampak positif bagi orang lain di tempat kerja maupun manfaat sosial bagi masyarakat dan bagi organisasi secara keseluruhan. Seorang manajer yang tidak dapat bertindak etis akan mempersulit organisasi untuk bertindak secara moral dan sosial yang dapat diterima. Seorang manajer dituntut untuk bisa bertindak berdasarkan etika manajerial dalam organisasi. Meskipun demikian kenyataannya tindakan yang dikatakan etis oleh suatu kelompok sementara kelompok lain menyatakan sebagai tindakan tidak etis. Dalam dunia nyata apa pun keputusan manajemen, seseorang atau sekelompok akan merasa kecewa dengan keputusan itu. Sehingga sangat penting bagai manajer untuk membuat keputusan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi etika manajerial. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan etis dalam manajemen yang dapat menjadi pertimbangan manajer. Pertimbangan yang akan mengarahkan pada keputusan yang lebih etis dengan melihat lebih banyak faktor yang mendukung keputusan sebagai tindakan etis (perilaku etis).

            Etika adalah seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang menegaskan benar dan salah bagi seseorang atau suatu kelompok. Perilaku etis merupakan perilaku yang memenuhi prinsip-prinsip benar dan salah yang telah diterima masyarakat. Prinsip benar dan salah mencerminkan suatu keadaan yang boleh dan tidak boleh dilakukan yang menjadi nilai-nilai yang berlaku dan diterima di dalam masyarakat. Perilaku manajemen yang tidak etis terjadi bila manajer atau karyawan melanggar prinsip-prinsip benar dan salah yang telah disepakati. Etika manajemen atau etika bisnis dapat juga dikatakam sebagai rangkaian dasar etika atau prinsip yang harus diikuti dalam menjalankan bisnis. Melakukan aktifitas bisnis yang berkaitan dengan berbagai keputusan-keputusan bisnis, harus didasarkan pada etika bisnis.

Etika manajerial ( the ethics of manager) adalah :
keputusan manajemen dan kegiatan organisasi yang berdasarkan pada nilai-nilai atau standar moral yang dianggap baik dan luhur dalam lingkungannya dan masyarakat.

            Perilaku etis terjadi bila manajer dan karyawan mengikuti prinsip dan nilai-nilai yang disepakati. Manajer dapat memberikan contoh untuk melakukan perilaku etis dengan menetapkan standar menyangkut penggunaan sumber daya organisasi untuk kepentingan perusahaan daan bukan kepentingan pribadi, menangani informasi secara jujur dan rahasia, tidak menggunakan wewenang mereka untuk mempengaruhi orang lain melakukan perilaku tidak etis, tidak membuat kebijakan yang tidak sengaja membuat karyawan berperilaku tidak etis dengan menetapkan tujuan yang masuk akal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi etika manajerial sebagai berikut :

1) Manajer secara pribadi, pengaruh keluarga, nilai-nilai dan agama serta kebutuhan dan standar pribadi akan menentukan tindakan etis dari manajer pada situasi-situasi tertentu.

2) Organisasi, mempengaruhi etika manajerial berdasarkan kebijaksanaan, aturan, perilaku atasan dan perilaku rekan sekerja yang dapat mendukung dan mendorong tumbuhnya budaya organisasi sehingga mempengaruhi perilaku etis manajer dan karyawan.

3) Lingkungan luar, seperti peraturan pemerintah, norma dan nilai masyarakat serta keadaan industri atau pesaing mempengaruhi perilaku mereka dalam organisasi.





SUMBER
http://data.tp.ac.id/dokumen/manajemen-dan-lingkungan-eksternal-mikro-dan-makro
http://qoronizumalin.blogspot.com/2010/11/manajemen-dan-lingkungan-eksternal.html

Kamis, 05 Maret 2015

Tugas 1 B.Indonesia 2 #

Nama  : Padly Prasetyo Wibowo
Npm    : 15212619
Kelas  : 3EA27
Tugas : 1

Definisi Penalaran dan Jenis – jenisnya
Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut dengan menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (anstedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (conquence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut dengan konsekuensi.
Jenis – jenis Penalaran :
Ada dua jenis metode dalam menalar, yaitu :
1.    Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang mengambil contoh-contoh khusus yang khas untuk kemudian diambil kesimpulan yang lebih umum. Penalaran ini memudahkan untuk memetakan suatu masalah sehingga dapat dipakai dalam masalah lain yang serupa. Catatan bagaimana penalaran induktif ini bekerja adalah meski premis-premis yang diangkat benar dan cara penarikan kesimpulannya sah, kesimpulannya belum tentu benar. Tapi kesimpulan tersebut mempunyai peluang untuk benar.
Contoh penalaran induktif adalah :
- Kerbau punya mata, anjing punya mata, kucing punya mata
Maka, setiap hewan punya mata
Penalaran induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi tingkat ketelitian premis yang diangkat. Untuk itu penalaran induktif erat dengan pengumpulan data dan statistik.
2.    Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah menarik kesimpulan khusus dari premis yang lebih umum. Jika premis benar dan cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya benar. Jika penalaran induktif erat kaitannya dengan statistika, maka penalaran deduktif erat dengan matematika, khususnya matematika logika dan teori himpunan dan bilangan.
Contoh penalaran deduktif adalah :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Definisi Proposisi dan contohnya
Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:
Subyek perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang, benda, tempat, atau perkara. 
Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek. 
Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat.
Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana. Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana.

Definisi Silogisme ,Jenis dan contohnya
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Jenis-jenis Silogisme
Berdasarkan bentuknya, silogisme terdiri dari;
Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh:
   Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
   Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
    Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
   Jika hujan saya naik becak.(mayor)
   Sekarang hujan.(minor)
    Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
   Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
    Sekarang bumi telah basah (minor).
     Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
   Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
   Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
    Kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
   Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
   Pihak penguasa tidak gelisah.
   Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
   Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
   Nenek Sumi berada di Bandung.
    Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Contoh :
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh:
   Heri jujur atau berbohong.(premis1)
   Ternyata Heri berbohong.(premis2)
  Ia tidak jujur (konklusi).
Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
 Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
 Ternyata tidak di rumah.(premis2)
 Hasan di pasar (konklusi).




Sumber :
Rapar, Jan Hendrik (1996).Pengantar Logika, Asas-Asas Penalaran.Yogyakarta:Kanisius .Hal 32
Departemen Pendidikan Nasional(2008);Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 1106. Cet Pertama Edisi IV
Kamdhi, JS.(2003).Terampil Berargumentasi.Jakarta:PT Grasindo. Hal 67-69
Hassan, Abdullah, dkk (2006).Sintaksis.Kuala Lumpur :PTS Professional Publishing. Hal 15-19
 Ayer A.J. 1936, 2nd ed 1946. Language, truth and logic.
Lemmon E.J. Sentences, statements and propositions. In Williams & Montefiore (eds) British analytical philosophy. 1966.
Stroll A. 1967. Statements. In Stroll A. Epistemology.
Sudarminta, J. (2009).Epistemologi Dasar.Kanisius:Yogyakarta .Hal 98 Cet. 9
 http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme.


Sabtu, 10 Januari 2015

Komunikasi & perilaku konsumen


Komunikasi merupakan alat unik yang digunakan para pemasar untuk membujuk para konsumen agar bertindak menurut cara yang diinginkan. Komunikasi terdiri dari beberapa aspek diantaranya, dapat berbentuk verbal (baik tertulis maupun lisan), visual (ilustrasi, gambar, demontrasi produk, mimic muka) atau kombinasi keduanya. Komunikasi juga dapat merupakan simbol (harga yang tinggi, pengemasan yang bermutu tinggi, logo yang mengesankan) dan menyampaikan arti khusus yang ingin ditanamkan oleh pemasar.

KOMPONEN KOMUNIKASI
Terdapat lima unsur dasar dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima, medium, pesan, dan beberapa bentuk umpan balik (tanggapan penerima pesan).

Pengirim
Pengirim sebagai pemrakarsa komunikasi, dapat merupakan sumber formal maupun informal. Sumber komunikasi formal mungkin berupa organisasi untuk memperoleh laba (komersial) maupun nirlaba. Sumber informal mungkin orang tua, atau teman yang memberikan informasi atau nasihat mengenai produk.

Penerima
Penerima komunikasi pemasaran formal cenderung menjadi calon atau pelanggan yang dibidik (yaitu anggota audien yang dibidik oleh pemasar). Audien perantara dan yang tidak diharapkan juga mungkin menerima komunikasi para pemasar. Contoh, audien perantara adalah grosir, distributor, dan pedagang ritel, yang menerima iklan perdagangan pemasar yang dimaksudkan untuk membujuk mereka agar mau memesan dan mengadakan persediaan berang dagangan. Audien yang tidak diharapkan yaitu setiap orang yang terbuka terhadap pesan yang tidak ditargetkan khusus oleh pengirim.

Medium
Medium atau saluran komunikasi mungkin impersonal (misalnya, media massa) atau interpersonal (pembicaraan resmi antara tenaga penjual dan pelanggan atau pembicaraan informal antara dua orang atau lebih yang terjadi secara langsung baik melalui telepon, surat maupun online).

Pesan
Pesan dapat bersifat verbal (lisan atau tertulis), nonverbal (foto, ilustrasi, atau symbol), atau kombinasi keduanya. Pesan verbal biasanya dapat mencakup informasi produk atau jasa yang lebih spesifik daripada pesan nonverbal. Pesan verbal yang digabungkan dengan pesan nonverbal sering memberikan lebih banyak informasi kepada penerima daripada salah satu diantara keduanya.

Umpan Balik
 Umpan balik merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam komunikasi interpersonal dan impersonal. Umpan balik yang cepat waktunya memungkinkan pengirim untuk memperkuat, mengubah, atau memodifikasi pesan untuk menjamin agar dapat dimengerti sesuai dengan yang dimaksudkan. 

PROSES KOMUNIKASI
 Pemrakarsa Pesan (Sumber)
Sponsor atau pemrakarsa pesan harus memutuskan kepada siapa pesan harus dikirim dan apa yang harus disampaikannya, dan kemudian merumuskan pesan sedemikian rupa sehingga artinya ditafsirkan oleh audien yang dibidik persis seperti yang dimaksudkan. Sumber komunikasi impersonal biasanya adalah organisasi yang mengolah dan mengirimkan pesan yang tepat melalui departemen khusus atau juru bicara. Publisitas biasanya merupakan hasil usaha hubungan masyarakat dan cenderung dapat lebih dipercayai karena sumber atau maksud komersialnya tidak mudah diketahui.

Kredibilitas
Kredibilitas sumber mempengaruhi perumusan pesan. Kredibilitas sumber yang merupakan unsur penting dalam daya persuasif pesan sering didasarkan pada maksud yang diharapkan.

Kredibilitas Sumber Informal
 Sumber informal atau sumber-sumber editorial dianggap dianggap sangat obyektif dan sangat kredibel. Kredibilitas yang meningkat yang diberikan oleh sumber informal tidak dapat dijamin sepenuhnya, walaupun ada aura obyektivitas yang dirasakan.

Kredibilitas Sumber Formal 
Sumber-sumber formal yang dirasa netral mempunyai kredibilitas yang lebih besar daripada sumber-sumber komersial karena persepsi bahwa mereka lebih obyektif dalam menilai produk. Kredilitas sumber komersial lebih problematic dan biasanya didasarkan pada penilaian gabungan atau reputasi, keahlian, pengetahuan, saluran ritel, dan jurubicara perusahaan.

Kredibilitas Jurubicara dan Pendukung
 Para konsumen kadang-kadang melihat jurubicara yang menyampaikan pesan produk sebagai sumber atau pemrakarsa pesan. Para peneliti telah mempelajari hubungan antara pengertian konsumen mengenai pesan dan bujukan, dan telah menemukan bahwa jika pengertian rendah, para penerima tergantung pada kredibilitas jurubicara dalam membentuk sikap terhadap produk, tetapi jika pengertian dan pengolahan informasi sistematis tinggi, keahlian sumber jauh lebih kecil pengaruhnya terhadap sikap penerima.

Kredilitas Pesan
Pengalaman sebelumnya yang diperoleh konsumen atas produk atau pedagang ritel tertentu berpengaruh besar terhadap kredibilitas pesan. Harapan terhadap produk yang terpenuhi cenderung meningkatkan kredibilitas pesan pada masa mendatang, sebaliknya produk yang mengecewakan cenderung mengurangi kredibilitas pesan pada waktu berikutnya.

Pengaruh Waktu Terhadap Kredibilitas Sumber
Pengaruh persuasive dari sumber-sumber yang berkredibilitas tinggi tidak selalu bertahan lama, walaupun lebih berpengaruh daripada sumber yang berkredibilitas rendah. Riset menunjukkan bahwa baik pengaruh kredibilitas yang positif maupun negatif cenderung lenyap setelah sekitar 6 minggu. Gejala seperti ini disebut efek penidur (sleeper effect).

AUDIEN (PENERIMA PESAN) YANG DIBIDIK 
Para penerima pesan menafsirkan pesan yang mereka terima berdasarkan pengalaman dan karakteristik pribadi.

Pengertian
Tingkat ketepatan arti yang diperoleh dari pesan merupakan fungsi dari karakteristik pesan, kesempatan dan kemampuan penerima untuk mengolah pesan itu, dan motivasi penerima. Karakteristik pribadi seseorang mempengaruhi ketepatan dalam menafsirkan pesan.


Suasana Hati (Mood)
Suasana hati atau pengaruh perasaan memainkan peranan penting terhadap cara pesan yang diterima. Suasana hati konsumen mempengaruhi cara bagaimana sebuah iklan diterima, diingat, dan ditindaklanjuti.

Hambatan Komunikasi 
Berbagai hambatan terhadap komunikasi dapat mempengaruhi ketepatan interpretasi pesan oleh konsumen. Hambatan ini meliputi:
Persepsi selektif, para konsumen cenderung mengabaikan iklan-iklan yang tidak mengandung kepentingan khusus atau tidak berkaitan dengan mereka.
Kegaduhan psikologis, misalnya pesan-pesan iklan yang bersaing, dapat mengganggu penerimaan suatu pesan.
UMPAN BALIK (TANGGAPAN PENERIMA PESAN)
 Pengirim pesan penting untuk memperoleh umpan balik sesegera dan seakurat mungkin, karena melalui umpan balik pengirim dapat menentukan apakah dan seberapa baik pesan telah diterima.

Riset Keefektifan Iklan 
Para pemasang iklan sering berusaha mengukur keefektifan pesan dengan menyelenggarakan riset audien untuk mengetahui media apa yang dibaca, program-program televisi apa yang ditonton dan iklan-iklan apa yang diingat. Riset keefektifan iklan, yang disebut copy testing, dapat dilakukan sebelum iklan benar-benar dimuat (pretesting) atau setelah terbit (posttesting).

MERANCANG KOMUNIKASI YANG PERSUASIF
Untuk menciptakan komunikasi yang persuasif, sponsor (individu maupun organisasi) lebih dahulu menentukan tujuan komunikasi, kemudian memilih audien yang tepat untuk pesan yang disampaikan dan media untuk mencapai mereka serta menyusun (encode) pesan dengan cara yang tepat untuk setiap medium dan setiap audien.

Strategi Komunikasi 
Dalam menyusun strategi komunikasi terlebih dahulu harus menentukan tujuan komunikasi yang utama. Komponen strategi komunikasi yang penting adalah memilih audien yang tepat.

Strategi Media
Strategi media merupakan unsur penting dalam rencana komunikasi. Rencana ini diperlukan untuk penempatan iklan dalam berbagai media khusus yang dibaca, ditonton, atau didengar oleh berbagai pasar yang dipilih untuk dibidik. Pemilihan media tergantung pada produk, audien, dan tujuan kampanye iklan, strategi media dapat dilakukan melalui:
World Wide Web (melalui internet)
Penentuan target yang seksama
Pemasaran langsung
Strategi Pesan
Pesan merupakan pemikiran, gagasan, sikap, citra, atau informasi lain yang ingin disampaikan pengirim kepada audien yang diharapkan.

Komponen dalam strategi pesan meliputi:
Retorika dan Persuasi Iklan, fokus utama riset retorika adalah menemukan cara yang paling efektif untuk menyatakan pesan dalam situasi tertentu. Penyampaian retorik paling efektif terhadap para konsumen yang tidak mempunyai motivasi. Resonansi iklan didefinisikan sebagai permainan kata yang dikombinasikan dengan gambar yang ada kaitannya.
Teori Keterlibatan, bahwa dalam situasi pembalian dengan keterlibatan yang tinggi orang mungkin lebih mencurahkan usaha kognitif yang aktif untuk menilai hal-hal yang disetujui maupun tidak atas produk tertentu. Dalam situasi keterlibatan yang rendah seseorang lebih cenderung memfokuskan pada isyarat-isyarat pesan yang bukan pokok.
Penyajian Pesan, diantara berbagai keputusan yang harus diambil oleh para pemasar dalam merancang pesan adalah keputusan apakah akan menggunakan susunan pesan yangpositif-negatif, pesan satu-sisi atau dua-sisi, iklan perbandingan, pengaruh urutan, atau pengulangan. Cara pesan yang disajikan mempengaruhi dampaknya. Sebagai contoh, pesan satu-sisi lebih efektif pada beberapa situasi dan audien, pesan dua-sisi lebih efektif pada situasi lain. Produk dengan keterlibatan yang tinggi (produk yang sangat berkaitan dengan segmen konsumen) paling baik diiklankan dengan cara yang pokok melalui persuasi, yang mendorong usaha kognitif aktif. Produk dengan keterlibatan yang rendah paling baik dipromosikan melalui berbagai isyarat tidak pokok, seperti latar belakang pemandangan, music, atau jurubicara selebritis.
Daya Tarik Iklan
Daya tarik emosi yang sering digunakan dalam iklan meliputi rasa takut, humor, dan daya tarik seksual. Jika tema seksual berkaitan dengan produk, maka hal ini dapat menjadi sangat efektif dan jika digunakan hanya sebagai penarik perhatian, ingatan pada merk jarang tercapai. Partisipasi audien merupakan strategi komunikasi yang sangat efektif karena mendorong internalisasi pesan iklan. Riset lebih lanjut diperlukan untuk mengenali berbagai variabel produk, audien dan situasi yang menjadi perantara pengaruh urutan dan penyajian pesan dalam membujuk para konsumen untuk membeli.



Sumber:
Schiffman, L.G., & Kanuk, L.L. 2007. Consumer Behaviour, 9th ed. New Jersey, Pearson Prentice Hall.